Jumat, 06 Januari 2017

GAGAL BISNIS (lagi)

Godaan buku terlalu besar buatku akhir-akhir ini. Apalagi didukung banyaknya discount dan bebas ongkos kirim dari beberapa penerbit dan sebuah aplikasi. Namun, ATM semakin menipis dan sering dapat teguran mama karena keseringan belanja online. :D. Di samping itu, saya yang masih tak memeras keringat untuk menghasilkan uang, sudah sangat tidak enak untuk minta uang lagi pada orang tua. Hmmm, umur hampir seperempat abad tapi tetap saja parasit. Seharusnya kan saya sudah bisa cari uang sendiri. Kalau bukan karena alasan mau fokus kuliah lagi dan beberapa pertimbangan lain, mungkin saya sudah merantau cari pengalaman dan tentunya, buku. Yaa, setidaknya untuk belanja buku-buku apik tahun ini. hehehe 

Akibatnya, kemarin saya berencana untuk coba-coba cari penghasilan lewat bisnis MLM syar'i. Kebetulan juga melihat postingan salah satu teman medsos tentang bisnisnya yang membuat saya cukup tergiur. Saya coba hubungi teman saya dan bertanya-tanya tentang bisnisnya. Setelah mendapatkan penjelasannya, ada beberapa alasan yang membuat saya tertarik dengan bisnisnya yang satu ini. Namun, ragu tetap saja ada karena label dari bisnis ini. Untuk meyakinkan diri akan kebolehan bisnis ini, saya bertanya dengan beberapa orang. Adik, teman tarbiyah, teman diskusi agama, grup belajar islam di WA, buka web bisnisnya, sampai lihat pendapat beberapa ustadz tentang bisnis itu. Awalnya, saya agak sedikit ragu sih dengan sistemnya. Teman saya seolah bilang bukan A tapi penjelasannya menjelaskan A. Jadinya, malah ragu. Namun, sifat dasar manusia ya.. "Manusia adalah makhluk pembangkang", saya hanya mencari pembenaran atas pendapat saja dan seolah tidak menghiraukan pendapat-pendapat yang sebenarnya bisa dipikir lewat akal sehat, hihihi.

Tetapi, sekali lagi alhamdulillah, Allah perkuat saya. Lebih baik menghindari perkara syubhat dibanding tetap menerjang dengan ilmu yang sangat awam. tak apa. Mungkin rezeki saya bukan lewat sini, kalau memang Allah ridho buku-buku itu saya baca... pasti akan ada jalan. :) Kurang bukti apa lagi untuk melihat kuasa-Nya?

Polewali mandar, 6 januari 2017

Senin, 02 Januari 2017

Persahabatan yang semu (2)


Dahulu, kau sempat hinggap untuk beberapa waktu dalam aktivitas detik, menit, jam, hingga sepanjang hari di tempat belajar kita.
Dahulu, kau sempat tawarkan sebuah rasa manis yang berujung rasa pahit hingga ujung masa hubungan kita.
Dahulu, sempat ku rasakan bahagia terus tumbuh di hari-hari dimana kau agungkan sebuah hubungan denganku.
Dahulu, sempat ingin ku bagikan dan tularkan rasa haruku pada semua orang yang ku temui di tiap jalan tepi hijau yang enam hari selalu ku lalui.
Dahulu pula, kau buat semua hubungan yang berharap sia itu semakin jelas kesiaannya di penghujung kebersamaan kita.

Masih teringat jelas, ketika kau memanggil namaku seolah kita sudah berkawan lama. Dan aku selalu saja merasa berbunga kala ada orang tak ku kenal yang mengenalku. Walau hanya sekedar nama saja. Aku memang tak pernah menolak hubungan dengan sesama yang secara terang-terangan ingin dibangun. Haruskah ku jelaskan kerendahan tingkatku untuk menjelaskan semua?
Awalnya, bahagia. Karena kamu orang yang cukup supel, sangat cerewet dan cenderung ceplas ceplos menyatakan pendapat.
Awalnya, toleransi. Karena sikap keterusteranganmu yang ku anggap sebagai sarana perbaikan diriku yang cenderung tertutup pada orang baru.
Namun, semuanya hanya berhenti pada kata “awalnya” saja.
Akhirnya, menyerah. Karena setelah bahagia tercipta lantas mencoba toleran akan sikapmu, namun kau malah kelewatan batas memahami sebuah hubungan.
Terlalu banyak kebohongan, kepura-puraan, dan bahkan kau sudah berani memfitnahku dan “sahabatmu” yang lain di belakang kami.
Dahulu, perih itu ada dan bahkan sudah membentuk kubangan luka lebar di sana sini. Kata orang, “Hubungan persahabatan harus jujur dan terbuka”. Sempat terpikir untuk mengajakmu bicara dan mendiskusikan semua hal. Kami ingin bicara padamu kala itu, namun kau malah sibuk dan mulai membuka jejaring baru dengan para teman lelakimu. Kau bilang pada mereka bahwa kita berteman, oh tidak. BERSAHABAT, katamu. Dan kau mengatakannya seolah kau sangant bangga dengan adanya “kita” dalam kamus hidupmu. Namun, semuanya hanya di mulutmu saja dan perlakuanmu menjelaskan permusuhan yang begitu nyata. Kami juga tak pernah menyangka akan seperti itu. Sampai serumit itu hubungan kita.
Kau bahkan harus berpura-pura beradegan sakit keras hanya untuk mencari perhatiankah? Atau motif-motif lainnya? Aduh, kami benar-benar tidak menyangka kau bisa seperti itu. Sungguh!
Persahabatan yang kau agungkan melalui lisanmu, malah kau nodai sendiri dengan lakumu yang tak masuk akalku.



Polewali Mandar, 2 januari 2017 di mantan kamar tidurku.
Iseng membuka buku lawas dan melihat sebuah puisi kekecawaan yang ku tulis karena tugas bahasa waktu itu. Terima kasih atas persahabatan semu yang kau tawarkan dan ciptakan padaku. Melaluimu, aku jadi belajar banyak tentang kesetiaan, kejujuran, dan tentunya kesabaran. :)

Persahabatan yang semu


Aku bingung dengan semua ini
Tingkah lakumu... ucapanmu... kasih sayangmu... semua semu...
Pengkhianatan-pengkhianatan yang terus kau lakukan
Berbekas jelas dalam setiap anganku

Engkau bilang itu sebagai persahabatan?
Persahabatan yang mana yang kau maksud?
Kau hanya memandang ke depan
Tak pernah sedetikpun ke sisi yang lain
Kau sungguh egois...
Kau tak pernah mengerti aku...
Hingga menggores hati yang semakin rapuh

Aku muak dengan semua ini
Terpikir lagi olehku...
Perhatianmu... kasih sayangmu... tapi kembali... itu semua hanya semu
Semu... kata yang selalu menyeruak di dalam dada
Ingin sekali ku hempaskan.
Ingin sekali ku beritakan
Hingga semua orang tahu remuknya hati
Oleh tindakan yang mengatasnamakan persahabatan.


Polewali Mandar, 28 Oktober 2010

Puisi yang ku tulis sesuai tanggal di atas. Sudah lama sebenarnya, jauh benar rentangnya (28 Oktober 2010 - 2 Januari 2017). Namun, baru bisa ku jadikan bagian perabot gubukku hari ini.

Rabu, 16 November 2016

Berkawanlah dengan yang baik

"Bisa jadi perbuatan burukmu tampak baik di matamu karena persahabatanmu dengan orang yang lebih buruk daripada dirimu."
 (Ibnu Atha'illah Al Iskandari)


Makanya kita disuruh memilah sahabat. Boleh berteman dengan siapapun, kita tidak boleh menjadi makhluk eksklusif. Pada dasarnya kan manusia sama, iyaa kan? Namun, kita harus pinta-pintar memilih orang yang akan kita jadikan sahabat atau teman dekat dengan kita. Jadi teringat kembali hadits (entah hadist atau hanya kata pepatah saja :D) tentang pentingnya memilih teman. "Bertemanlah dengan penjual minyak wangi, karena setidaknya engkau akan ketularan bau minyak wanginya." Yaah, seperti itulah kira-kira. 

Selasa, 18 Oktober 2016

NEW NEW NEW

NEW!!
Gubuk baru aku.. Yeyyy
Akhirnya kesampaian juga bangun gubuk baru ini. Semoga langgeng ndak kena angin puyuh atau angin topan seperti yang lalu-lalu hahahhay. Blog baru, rumah baru :D

Sebagai media penyimpan (pembagi) cerita